Setiap kali melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum justru akan menikmati kesulitan itu dengan memacu diri untuk mengalahkannya. Begitu ia memperlakukan suatu kesulitan; melihatnya lalu tersenyum, menyiasatinya lalu tersenyum dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum.
Berbeda dengan jiwa yang risau. Setiap kali menjumpai kesulitan, ia ingin segera meninggalkannya dan melihatnya sebagai sesuatu yang amat sangat besar dan memberatkan dirinya. Dan itulah acapkali menyebabkan semangat seseorang menurun dan asanya berkurang. Bahkan, tak jarang orang seperti ini berdalih dengan kata-kata "Seandainya...," "Kalau saja..," dan "Seharusnya...," Orang seperti ini sangatlah nista.
Bukan zaman yang mengutuknya, tapi dirinya dan pendidikan yang telah membesarkannya. Bagaimana tidak; Ia mengingikan keberhasilan dalam menjalani kehidupan ini tanpa mau membayar ongkosnya. Orang seperti ini ibarat seseorang yang hendak berjalan tetapi selalu dibayangi oleh seekor singa yang siap menerkam dirinya dari belakang. Akibatnya, ia hanya menunggu langit menurunkan emasnya atau bumi mengeluarkan harta karunnya.
Kesulitan-kesulitan dalam kehidupan ini merupakan perkara yang nisbi. Yakni, segala sesuatu akan terasa sulit bagi jiwa yang kerdil, tapi bagi jiwa yang besar tidak ada istilah kesulitan besar. Jiwa yang besar akan semakin besar karena mampu mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Sementara jiwa yang kecil akan semakin sakit karena selalu menghindar dari kesulitan-kesulitan itu.
-Kesulitan itu ibarat anjing yang siap menggigit; ia akan menggonggong dan mengejar anda bila anda tampak ketakutan saat melihatnya. Sebaliknya, ia akan membiarkan anda berlalu dihadapannya dengan tenang bila Anda tak menghiraukannya, atau anda berani memelototinya.-